Selasa, 17 Desember 2013

wilayatul faqih (hukum tata negara islam)


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
            Dewasa ini, Syi’ah dan politik seringkali diletakkan sebagai dua kata yang tidak mungkin dipisahkan.Dibanding dengan paham Sunni, Syi’ah dianggap lebih politis.Dilihat dari aspek sejarahnya pun, Syi’ah memang lahir karena faktor politik, yakni menyangkut masalah siapa yang berhak menggantikan kepemimpinan Nabi Muhammad SAW sepeninggal beliau.Masalah politik (kekuasaan) dalam Islam inilah yang menjadi sumber “perpecahan” antara Sunni dan Syi’ah.
            Sebagaimana diketahui, secara historis sistem pemerintahan Syi’ah mengacu pada sistem imamah, yaitu suatu doktrin politik yang menyebutkan bahwa pemerintahan Islam sepeninggal Nabi SAW adalah hak mutlak ahlul bait (keluarga Nabi SAW.) yakni Ali bin Abi Thalib dan sebelas keturunannya. Hal ini dianggap tidak memberikan peluang bagi pihak lain untuk mendapat hak yang sama, yaitu hak untuk dipilih sebagai pemimpin negara.Dikalangan Syi’isme dikenal istilah konsep Wilayat al-Faqih (kekuasaan para faqih), atau ahli hukum Islam.Dengan sistem baru ini, maka Islam Syi’ah telah mengawali babak baru sistem pemerintahan yang cukup demokratis. Oleh sebab itu, dapat dimengerti jika pemerintahan Islam di Iran menggunakan sistem “republik”, yaitu Republik Islam Iran.
            Untuk lebih memahami mengenai Wilayah Faqih makan dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai Apa itu Wilayah Faqih, Sejarah Wilayah Faqih, Fungsi, Tugas dan wewenang nya, Tujuan adanya Wilayah Faqih dan Klasifikasinya Serta Negara yang mengaplikasikan Wilayah Faqih.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian Wilayah Al-Faqih ?
2.      Bagaimana Sejarah Wilayah Al-Faqih ?
3.      Apa saja fungsi, tugas dan wewenang Wilayah Al-Faqih ?
4.      Apa Tujuan adanya Wilayah Al-Faqih ?
5.      Apasaja Klasifikasi Wilayah Al-Faqih ?
6.      Negara manakah yang menerapkan system Wilayah Al-Faqih ?
BAB II
PEMBAHASAN WILAYAH AL-FAQIH
A.    Pengertian Wilayah Al-Faqih
            Untuk memahami konsep wilayatul faqih terlebih dahulu kami sebutkan bahwa Istilah wilayatul faqih terdiri dari dua kata, yaitu wilayat dan faqih.
            Istilah Wilayah dalam bahasa Arab disamakan dengan beberapa akar kata, yaitu: “wali, walayah, dan mawla”. wali merujuk pada tiga makna: teman, setia/ berbakti, dan Pendukung atau Penyokong. wilayah berarti: 1) kekuasaan (tertinggi) dan penguasaan, 2) kepemimpinan dan pemerintahan.
            Dalam KBBI wilayah di artikan dengan daerah (kekuasaan, pemerintahan, pengawasan, dan sebagainya). Dan ada juga yang memaknakannya untuk mendapatkan pengertian ‘pengendalian atau kontrol, penguasaan, jabatan, hakim, dan kekuasaan tertinggi yang menunjukkan otoritas wali (sang pembawa wilayah) atas mawla ‘alayh (orang yang bergantung pada atau menjadi objek wilayah).
            Selanjutnya kata yang kedua (Faqih) secara bahasa berarti orang yang memiliki pengetahuan mendalamatau muslim yang sudah mencapai tingkat tertentu dalam ilmu dan kesalehan. Dalam kamus istilah Ushul fiqh, Faqih itu berarti orang yang mengetahui hukum-hukum syara’ yang amaliyah, yang di peroleh dengan jalan mengadakan penyelidikan terhadap dalil-dalilnya yang tafsil. Atau dalam redaksi yang umum diartikan sebagai Ahli hukum islam.
            Menurut Jalaludin Rahmat, Seorang faqih di isyaratkan harus mengetahui semua peraturan Allah, mampu membedakan sunnah yang sahih dan yang palsu, yang mutlak dan yang terbatas, yang umum dan yang khusus. Ia juga harus mampu menggunakan akalnya untuk membedakan hadis dari situasi lain, situasi taqiyyah dan situasi lain, serta memahami kriteria yang telah ditetapkan.[1]
            Dari pengertian kedua kata tersebut dapat di simpulkan bahwa wilayatul faqih adalah kekuasaan yang dipinpin oleh seorang yang ahli dalam bidang ilmu pengetahuan dan hukum islam Atau dengan redaksi lain bahwa wilayatul faqih adalah sebagai sebuah otoritas yang diserahkan kepada para fuqaha (para faqih) yang berilmu tinggi sehingga mereka dapat mengarahkan dan memberi nasihat pada umat muslim selama tidak hadirnya imam maksum. Adapun otoritas ini didapat dari Imam yang merupakan al-Hujjah (dari Allah), oleh karenanya adalah wajib untuk mentaati perintah-perintahnya sebagai otoritas tunggal yang sah.[2]

B.     Sejarah Wilayah Al-Faqih
            Pada awalnya Setelah imam yang terakhir menghilang masa itu disebut masa kegaliban, dalam masa kegaliban ini, menurut para syiah, imam mahdi hidup namun tidak nampak. Yang pada suatu saat akan muncul kembali ke dunia untuk membawa persamaan dan keadilan memenuhi bumi dengan kedamaian setelah  dihancurkan oleh ketidak adilan dan perang. Setelah berakhirnya masa tersebut, tepatnya masa moderen yang ditandai dengan kolonialisme yang melanda negri-negri muslim di dunia, hampir seluruh negri berada di bawah penjajahan barat, dan dunia islam tidak mampu bangkit dari kemunduran.
            Akibat pengaruh dari kemunduran islam tersebut banyak pemikir-pemikir islam yang mencoba meniru barat, sebaliknya pun ada yang yang menolak dan menginginkan kemurnian islam.
Dalam periode ini ada tiga kecenderungan pemikiran politik islam.
1.      Integralisme
2.      Interseksion
3.      Sekuralisme
            Golongan yang pertama kemudian menginginkan penegakan cita-cita syariat yang berdemokrasi dengan melanjutkan kepeminpinan imamah dengan suatu kekuasaan yang diberikan otoritasnya kepada seorang faqih, yaitu dengan konsep wilayatul faqih. Konsep ini menggambarkan unsur perwakilan rasional berdasarkan pilihan rakyat, yang berbeda dengan diangkatnya Imam oleh Allah (nash). Tetapi faktor utama (kekuasaan individual) tetap tidak berubah. Baik Imamah maupun perwakilan Imam digunakan untuk mengabsahkan kelompok-kelompok yang berkuasa.


Perjuangan menegakan wilayatul faqih
            Setelah masa tersebut, doktrin politik syiah dikalangan pemikir intergralistik dengan mengonsep sebuah teori wilayatul faqih, namun konsep tersebut belum di realisasikan.Barulah konsep tersebut di perkenalkan oleh Ayatullah Rohullah Khomeini yang merancang berdirinya Republik Islam Pertama di seluruh dunia yang menciptakan suatu masyarakat yang berlandaskan Al-Quran dan sunah.
            Ayatullah Khomeinimulai mengumandangkan konsepsi Republik Islam di Iran pada masa kepemimpinan Syah Iran yang bergelar Raja Diraja (Syahansyah) Mohammad Reza Pahlevi.Yang menobatkan diri dan negaranya sebagai Polisi Teluk Persia, dan penguasaan  tersebut di dikung oleh amerika dan negara-negara kapitalis serta zionis.
            Akibat dari kepemimpinan Raja Diraja Ayatullah Khomeini dan para pendukung berdirinya sebuah negara yang berlandaskan sariat islam melakukan perlawanan terhadap pemerintahan tersebut yang menyerukan Republik Islam Iran yang sebagaimana dirumuskan dalam konsep wilayatul paqih, tragedi tersebut kemudian dikenal dengan Revolisi Islam Iran.
            Akibat revolusi tersebut, iran menjadi jelmaan konsep politik syiah degan pimpinan seorang Fakih yaitu Ayatullah Khomeini yang merupakan fakih pertama dalam sejarah kepemimpinan Wilayatul Fakih. Dan setelah diterimanaya konstitusi iran melalui referendum 1 dan 2 desember 1979 iran kemudian melangkah menuju normalisasi kehidupan politik berlandaskan syariat islam sampai sekarang.[3]









C.     Fungsi, tugas dan wewenang Wilayah Al-Faqih
1.      Fungsi
      Melihat pada kontinuitas kepemimpinan ilahiah, yang melalui jalur kenabian, kemudian dilanjutkan melalui garis imamah, dan juga ulama (faqih), maka fungsi kepemimpinan mencakup empat hal yaitu :[4]
a.       Fungsi legislatif yakni menemukan dan menerangkan syariat (hukum) yang datang dari sisi Allah dan menjadi sumber rujukan hukum. Kita ketahui bahwa tidak semua orang mampu untuk menggali khazanah wahyu Tuhan padahal kita di tuntut untuk menjalankan aturan Tuhan. Karenanya bagi yang tidak paham dianjurkan untuk bertanya pada yang memahami
b.      Fungsi yudikatif yakni memutuskan dan menyelesaikan berbagai perselisihan yang terjadi. Hal ini karena disatu sisi manusia merupakan makhluk sosial, namun di sisi lain hubungan sosial itu tidak selamanya harmonis.Untuk itu diperlukan orang yang dapat menyelesaikan permasalahan.
c.       Fungsi eksekutif yakni memimpin dan mengatur masyarakat atau membentuk pemerintahan. Dalam suatu komunitas, agar hubungan diantara sesamanya harmonis maka diperlukan adanya pemimpin yang menegakkan hukum-hukum.
d.      Fungsi edukatif yakni menjadi pembimbing dan pendidik umat untuk mensucikan mereka menuju kesempurnaan kemanusiaan yang sesuai dengan aturan ilahiah.

2.      Tugas
      Melihat pada empat fungsi kepemimpinan di atas, maka tugas-tugas para faqih(ulama) membutuhkan kompetensi yang tinggi dan teruji baik dari sisi kompetensi intelektual maupun kompetensi kepribadian dan keterampilan memimpin.Adapun menurut ‘Ain Najaf sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin Rahmat, tugas para faqih adalah sebagai berikut:[5]
1)      Tugas intelektual (al-‘amal al-fikry); ia harus mengembangkan berbagai pemikiran sebagai rujukan umat. Ia dapat mengembangkan pemikiran ini dengan mendirikan majelis-majelis ilmu, pesantren, atau hauzah; menyusun kitab-kitab yang bermanfaat bagi manusia yang meliputi ilmu Alquran, al-hadis, aqaid, fiqih, ushul fiqh, ilmu-ilmu aqliyah, matematika, tarikh, ilmu bahasa, kedokteran, biologi, kimia dan fisika; membuka perpustakaan-perpustakaan ilmiah.
2)       Tugas bimbingan keagamaan; ia harus menjadi rujukan (marja’‘) dalam menjelaskan halal dan haram. Ia mengeluarkan fatwa tentang berbagai hal yang berkenaan dengan hukum-hukum Islam.
3)       Tugas komunikasi dengan umat (al-ittishal bi al-ummah); ia harus dekat dengan umat yang dibimbingnya. Ia tidak boleh terpisah dan membentuk kelas elit. Akses pada umat diperolehnya melalui hubungan langsung, mengirim wakil ke setiap daerah secara permanen, atau menyampaikan khutbah.
4)      Tugas menegakkkan syi‘ar Islam; ia harus memelihara, melestraikan dan menegakkan berbagai manifestasi ajaran Islam. Ini dapat dilakukannya dengan membangun masjid, meramaikannya dan menghidupkan ruh Islam di dalamnya; dengan menyemarakkan upacara-upacara keagamaan dan merevitalisasikan maknanya dalam kehidupan aktual; dan dengan menghidupkan sunah Rasulullah Saw. sambil menghilangkan bid‘ah-bid‘ah jahiliyah dalam pemikiran dan kebiasan umat.
5)      Tugas mempertahankan hak-hak umat; ia harus tampil membela kepentingan umat, bila hak-hak mereka dirampas. Ia harus berjuang “meringankan penderitaan mereka dan melepaskan belenggu-belenggu yang memasung kebebasan mereka”
6)      Tugas berjuang melawan musuh-musuh Islam dan kaum Muslim; faqih(ulama) adalah mujahidin yang siap menghadapi lawan-lawan Islam bukan saja dengan pena dan lidah, tetapi juga dengan tangan dan dadanya. Mereka selalu mencari syahadah sebagai kesaksian atas komitmennya yang total terhadap Islam.

            Jika rumusan tugas dan tanggung jawab faqih di atas titik tekannya bersifat umum, maka pada tataran yang lebih khusus, setelah terbentuknya Republik Islam dan setelah terpilihnya wali faqih, maka menurut Muhammad Baqir al-Shadr, wali faqihsecara resmi mewakili Islam. Mujtahid yang memegang otoritas tersebut adalah wakil umum Imam Mahdi a.s. yang hak-hak hukumnya sebagai berikut :[6]

a.       Ia merupakan pilar utama pemerintahan, yang memperoleh kedudukannya melalui otoritasnya. Ia adalah pemimpin tertinggi angkatan bersenjata.
b.      Dia memutuskan apakah suatu konstitusi yang dikonsepsikan sesuai atau tidak dengan hukum Islam.
c.       Dialah yang secara final menyetujui hukum-hukum sosial yang berlaku dalam perundang-undangan bebas.
d.      Jika timbul perbedaan terhadap poin-poin di atas, maka wali al-faqihmenunjuk hakim pengadilan untuk memutuskan isu-isu tersebut.
e.       Ia mendirikan lembaga-lembaga peradilan di seluruh pelosok negeri untuk mendengar, memutuskn kasus-kasus dan untuk memelihara kepentingan-kepentingan dari partai-partai yang dirugikan.

3.      Wewenang mutlak wilayah al-faqih
                  Gambaran fungsi, tanggung jawab, dan kekuasaan faqih yang diuraikan di atas setidaknya memberikan suatu garis demarkasi akan keabsolutan wewenang faqih yang nyaris tak terbatas, sebab menjadi mendataris resmi nabi dan para imam as. terutama Imam Mahdi afs. Imam Khumaini, peletak sistematis konsep wilayah al-faqih menegaskan bahwa kewenangan seorang fakih yang adil sama dengan wilayah nabi saaw. dan para imam as. meskipun kedudukan (maqam) nabi dan imam jelas tidak sama dengan maqam-nya para fakih. Namun, yang menjadi dasar pikir kewenangan fakih adalah fungsinya bukan kedudukannya (maqam).
                  Dengan ini, maka jelaslah bahwa seorang fakih memiliki semua tanggung jawab dan kekuasaan atas seluruh teritorial dan individual manusia.Kewenangan ini dalam tata politik syiah disebut dengan wilayah al-faqih al-mutlaqah (kewenangan faqih secara mutlak).] Kemutlakan ini memiliki dua cakupan:
                  Pertama, masyarakat seluruhnya, atas siapa sang fakih menggenggam wilayah(mawla ‘alayhim). Di sini fakih memiliki kekuasaan (kewenangan) atas tiap-tiap individu baik muslim maupun non-muslim, mujtahid maupun muqallid, bahkan terhadap dirinya sendiri.
      Kedua, masalah-masalah di mana ia (fakih) menggenggam kekuasaan. Pada posisi ini, fakih mempunyai otoritas dalam semua urusan masyarakat dan dapat mengeluarkan peraturan, perintah, dan larangan untuk mereka sesuai dengan yang diwajibkan bagi semuanya.Penggunaan otoritas fakih seputar masalah-masalah yang diperintahkan—baik itu mewajibkan atau mengharamkan—bersifat mengikat secara syariat.
      Lebih lanjut tentang wilayah al-mutlaqah, Sayid Ali Khemenei menjelaskan :
“Yang dimaksud dengan wewenang mutlak (wilayah al-muthlaqah) bagi fakih yang memenuhi persyaratan ialah bahwa Islam, yang merupakan agama murni dan pamungkas agama-agama samawi dan yang kekal hingga hari kiamat, adalah agama yang memerintah dan mengatur masyarakat. Karenanya, harus ada penguasa, hakim Syar’i, dan pemimpin di tengah masyarakat Islam yang terdiri dari semua lapisan agar dapat menjaga umat dari musuh-musuh Islam dan muslimin serta menjaga sistem mereka, menegakkan keadilan, mencegah yang kuat agar tidak menindas yang lemah, dan menyediakan sarana-sarana kebudayaan, politik, dan sosial bagi kemajuan dan perkembangan mereka.”.
      Penjelasan dan uraian ini dengan gamblang telah menggariskan wewenang mutlakwali faqih untuk dipatuhi oleh seluruh kaum muslim (syiah). Namun, perlu pula ditegaskan bahwa wewenang yang dimiliki oleh fakih tersebut, dalam batas-batas hukum Islam yang keberlakuannya dan pelaksanaannya bukan hanya bagi masyarakat namun juga bagi fakih itu sendiri. Artinya, seorang fakih, dengan wewenang mutlaknya, tidaklah akan menjadi pemimpin tataliter dan otoriter yang diktator sehingga bebas dari pelaksanaan hukum-hukum Tuhan, sebab dalam menggunakan kekuasaannya seorang fakih harus memahami dan mempertimbangkan beragam faktor, seperti ketepatan, kebutuhan, prioritas, dan kondisional  persyaratan pelaksanaan hukum-hukum yang diputuskannya.[7]









D.    Tujuan Adanya kekuasaan Wilayatul Faqih
            Konsep wilayatul faqih merupakan sebuah kekuasaan yang dikontekstualisasikan oleh golongan syi’ah setelah ghaibnya imam yang kedua belas. Dan itu berawal dari munculnya pemikiran integralistik di zaman modern yang menyatakan bahwa agama dan negara haruslah disandingkan demi untuk mencapai kemaslahatan umat muslim yang telah banyak dipengaruhi oleh kemajuan pemikiran barat. Jadi dapat di simpulkan bahwa tujuan-tujuan adanya konsep wilayatul faqih adalah sebagai berikut:[8]
1)      Untuk merealisasikan pelaksanaan syari’ah dalam sebuah pemerintahan.
2)      Untuk mencapai kemaslahatan umat islam (sebagai tujuan umum dari teory politik islam)
3)      Untuk mencapai sebuah Negara yang menjamin keadilan sosial, dan demokrasi serta kemerdekaan yang murni. Karena islam dan juga pemerintahan berlandaskan islam adalah penomena Ilahi, yang akan menjamin kebahagiaan di dunia dan akhirat.
4)      Untuk memusnahkan pemikiran-pemikiran barat yang tidak sesuai dengan ajaran islam, dan juga menormalisasikan kembali pemikiran-pemikiran umat muslim yang telah terpengaruh oleh kemajuan politik barat yang menyebabkan konsepsi islam jadi terpuruk dalam kebekuan.
            Dan banyak lagi tujuan lain didirikannya konsep wilayatul faqih tersebut yang tidak dapat penulis uraikan semuanya. Baik tujuan khusus dari wilayatul faqih tersebut dan maupun tujuan teory politik islam secara umum.










E.     Klasifikasi Wilayah Al-Faqih
Menurut Murtadha Muthahhari, kualifikasi-kualifikasi utama seorang pemimpin selama kegaiban Imam Mahdi adalah :[9]
1.      Beriman kepada Allah, wahyu-wahyu-Nya, dan ajaran-ajaran Nabi-Nya. (Q.S. An-Nisa: 141)
2.      Jujur, taat kepada hukum-hukum Islam, dan sungguh-sungguh dalam pelaksanaannya. (Q.S. Yunus: 124; Q.S. 38; 26)
3.      Pengetahuan Islam yang memadai, sesuai dengan kedudukannya yang mulia (Q.S. Al-Baqarah: 35)
4.      Cukup kompeten memegang posisi tersebut dan bebas dari setiap cacat yang tidak sesuai dengan kepemimpinan Islam.
5.      Standar hidupnya sama dengan hidup orang-orang yang berpenghasilan rendah.

Selain itu, ada juga yang berpendapat bahwa untuk menjadi refresentasi tertinggi dari pemerintahan Islam seorang Faqih disyaratkan sebagai berikut:[10]
1.      Ia harus orang yang saleh dan mempunyai berbagai kualitas penting untuk menjadi mujtahid mutlak, yakni seorang mujtahid peringkat pertama yang sepenuhnya berkompoten untuk menguraikan hukum secara terperinci  dan sampai kepada keputusan-keputusan mandiri.
2.      Kecenderungan pemikirannya harus menunjukkan keyakinan yang kokoh terhadap pemerintahan Islam dan menyadari pentingnya membela pemerintahan Islam.
3.      Otoritas keagamaannya harus diterima dan diakui sesuai dengan tradisi-tradisi syiah sepanjang sejarah.
4.      Dia harus memberikan dukungan kepada mayoritas anggota-anggota dewan konsultatif Wilayah al-Faqih. Di samping itu, sejumlah “para pelayan agama” yag jumlahnya di tentukan dalam konstitusi, seperti para ulama, pelajar-pelajar pusat keagamaan, Imam shalat berjamaah, para khatib, dan pemikir-pemikir Islam harus mendukung syarat-syarat keterpilihannya.

Dari gambaran tersebut, jelaslah, untuk menjadi seorang faqih bukanlah suatu pemberian gratis, melainkan usaha yang panjang, berat, dan penuh kesungguhan, sehingga berkat perjuangannya, seseorang akan memiliki ketaatan, keahlian-keahlian administrative dan belas kasih yang merupakan kemestian bagi seorang faqih yang akan menduduki posisi kepemimpinan dan harus membuktikan dirinya lolos dari seleksi alamiah yang berlaku di dunia syiah. 
      Dengan dasar-dasar ini, sebagai pemimpin umat, secara teoritisasi umum dalam sistem politik syiah, dirumuskan syarat untuk menjadi seorang wali faqih, yaitu harus memenuhi tiga kompetensi, yaitu :[11]
1.      Faqahah; yaitu mujtahid mutlak yang mampu menetapkan kesimpulan tentang hukum-hukum syara` dari sumber-sumbernya. .
2.      ‘Adalah, yaitu tetap teguh menjalankan syariat Islam dan memilki pribadi yang bersih, saleh dan takwa sehingga menjadikan dirinya tidak mengikuti nafsu dan kecenderungan duniawi.
3.      Kafa’ah; yaitu memiliki kecerdasan dan pengetahuan yang luas sehingga terampil mengurus kehidupan umat, memahami kebutuhan zaman, mengurusi permasalahan sosial, politik, administratif, kemanan, ekonomi, dan sebagainya yang merupakan unsur-unsur penting dalam sebuah negara.

                  Sebagai usulan konkritnya, untuk memenuhi ketiga kompetensi di atas, disusunlah usaha bersama dalam mengkader pribadi-pribadi yang memiliki potensi keunggulan dalam bidang-bidang tersebut.Beragam disiplin ilmu menjadi acuan formal, sebagai penilaian dan penentuan keberhasilan seseorang memenuhi persyaratan menjadiwali faqih.Contohnya, untuk mengasah kemampuan faqahahdiperlukan pembelajaran ilmu fiqih dan ushul fiqih, untuk kemampuan adalah diperoleh melalui ajaran dan amalan irfani (tasawuf); dan untuk kafaah didapat dengan mempelajari secara sungguh-sungguh pemikiran filsafat dan ilmu-ilmu sosial.
      Jadi, dalam bentuk praktisnya, ketiga rumusan tersebut ditafsirkan dengan aneka pemikiran dan bentuk formalitas dalam sebuah Negara, sebab wali faqih adalah realitas sosial yang ditentukan oleh masyarakat Muslim dan eksistensinya didasarkan pada prinsip-prinsip hukum IslamJika ditemukan hanya seorang pribadi yang memilik ketiga kompetensi tersebut secara baik maka secara otomatis ia memiliki restu ilahiah untuk menduduki posisi pemimpin Islam (wali faqih). Jika, dalam kasus di mana terdapat lebih dari satu orang untuk dipilih sebagai pemegang posisi wali al-faqih, masyarakat mempunyai hak untuk memilih salah seorang di antara mereka melalui suatu referendum.

F.      Wilayah Al-Faqih Dalam Konstitusi IRAN[12]

            Secara konstitusional Iran adalah Negara yang berbentuk Republik Islam.Republik mengindikasikan sistem pemerintahan, sedangkan Islam menjelaskan isi sistem tersebut.Artinya, sebagai republik, Iran berarti memakai sistem demokrasi yang warga negara memiliki hak untuk memilih pemimpinnya sejalan dengan konstitusi yang berlaku.Berdasarkan hal itu, Republik Islam adalah sistem pemerintahan yang seluruh warga negaranya mempunyai hak untuk memilih kepala Negara mereka untuk masa jabatan tertentu, dan ajaran-ajaran serta prinsip-prinsip Islam menjadi inti dan dasarnya. 
            Dengan demikian Republik Islam Iran (RII) merupakan Negara yang mengadaptasi sistem politik modern dan sistem politik Islam sekaligus. Ini membuktikan bahwa Islam yang sempurna dan baku bukanlah agama yang bisa usang hanya dimakan usia dan ketinggalan zaman dikarenakan ide-ide yang senantiasa berubah dan berkembang. Hanya saja, yang membuat unik dan khas bahkan asing, baik bagi sistem politik modern maupun politik Islam, adalah konsep kepemimpinan ahli agama (ulama) dalam tata politik Republik Islam Iran, yang disebut dengan konsep wilayah al-faqih.
            Jadi, meskipun setelah revolusi pada 1979, para pengusung revolusi Islam di Iran dengan penuh kesadaran memilih Negara Islam, akan tetapi tetap dengan mengadaptasi politik modern. Di satu segi, hal ini jelas merupakan kenyataan bahwa para mullah di Iran, tidak tertutup dari gagasan politik baru, dan sekaligus membantah tuduhan bahwa para tokoh revolusi Iran bermaksud menarik Iran mundur kembali ke abad pertengahan. Republik dipilih tentu karena bentuk pemerintahan ini dianggap bisa menjadi wadah bagi pemahaman mereka tentang tata cara pengaturan negara modern yang sejalan dengan konsep Islam mengenai masalah ini.
            Dengan demikian, konstitusi Iran telah menciptakan negara dengan model Islam raja filosof Plato, tetapi ia menempatkan pemimpinnya dalam sistem parlementer modern. Konsep republik, yang diterapkan dalam Republik Islam Iran, telah dimodifikasi dengan konsep Wilayah al-Faqih, atau pemerintahan para ulama.Modifikasi ini menyentuh tiga sendi sistem republik, meliputi institusi-institusi yang biasa disebut sebagai Trias Politika.Hal ini dirasa perlu, mengingat pada sistem ini konsep kepemimpinan Islam – apakah itu namanya wilayah atau Imamah – tidak cukup terwakili di dalamnya.Ada batas-batas, sebagaimana diatur menurut konsep Trias Politika, yang di dalamnya kekuasaan eksekutif sepenuhnya ditundukkan terhadap kekuasaan legislatif.Demikian pula, kekuasaan yudikatif mempunyai batas-batasnya sendiri yang membuat mereka tidak leluasa menerapkan hukum Islam.
            Satu-satunya ciri khas dari konstitusi ini, menurut sudut pandang Barat sekuler, adalah desakan untuk menjadikan hukum Islam sebagai landasan yang menjadi sumber bagi seluruh prinsip hukum dan peran ulama dalam membimbing para pembuat hukum agar hukum yang dibuat mereka tidak melenceng. Konstiusi ini juga menentukan peran yang luar biasa dari “pemimpin”.Pada awalnya, pasca Revolusi Iran, posisi ini diamanahkan kepada Ayatullah Khomeini.

Lembaga-lembaga Tinggi IRAN[13]
1.      Wali Faqih/Rahbar
      Unik sekaligus khas, sesuai dengan prinsip wilayah al-faqih, kepemimpinan tertinggi di Republik Islam Iran berada di tangan seorang ulama yang disebut rahbar dan jugawali fakih. Akan tetapi, dalam Wilayah al-faqih bukanlah berarti bahwa yang berada di puncak pimpinan adalah seorang faqih dan secara langsung menjalankan pemerintahan. Peran seorang faqih dalam Negara Islam yang rakyatnya mengakui Islam sebagai prinsip dan ideologinya adalah peran seorang ideolog dan bukan penguasa.Kewajiban seorang ideolog adalah melakukan pengawasan terhadap sejauh mana ideologi itu telah dilaksanakan secara benar.
            Jadi, Wali Faqih atau Rahbar merupakan jabatan pemimpin tertinggi revolusi Islam Iran (Rahbar-e Enqelab-e Jumhuri-e Islami-e Iran) yang membawahi semua institusi pemerintahan Islam Iran termasuk presiden (eksekutif), parlemen (legislatif), pengadilan (yudikatif), pasukan elit pengawal revolusi (IRGC), angkatan bersenjata, dan pasukan relawan (basiij). Sejak meninggalnya Imam Khumaini pada tahun 1989 hingga saat ini, jabatan ini diduduki oleh Ayatullah al-Uzhma Sayid Ali Khamenei, setelah dipilih oleh Dewan Ahli Rahbari (Majlise Khubregane Rahbari) yang terdiri atas sejumlah ulama senior yang memahami masalah kepemimpinan dalam Islam.
            Wali faqih atau rahbar ini diangkat oleh sebuah majelis ulama yang disebut Dewan Ahli (Majlis Khubregan; The Assembly of Experts).Dewan ahli itu sendiri di angkat oleh rakyat melalui pemilihan umum. Hal ini ditunjukkan oleh konstitusi Iran, di mana Pasal 107 menyebutkan, bahwa ahli-ahli yang dipilih rakyat akan menunjuk salah seorang faqih yang memenuhi syarat untuk menjadi pemimpin guna mengemban jabatan. Jika tidak ada seseorang yang memenuhi persyaratan, Dewan Ahli yang sama akan menunjuk tiga atau lima marja’’ yang memiliki persyaratan yang diperlukan untuk membentuk Dewan Faqih. Dewan Ahli (Majlis-i Khubregan) yang disebut-sebut dalam pasal ini beranggotakan 72 ahli hukum Islam yang dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum yang khusus dipersiapkan untuk tujuan ini.

2.      Kekuasaan Eksekutif : Presiden
            Pemimpin yang menempati psosisi tertinggi selanjutnya di Iran adalah presiden.Presiden memegang otoritas tertinggi Negara yang bertanggungjawab untuk mengimplementasikan konstitusi dan sebagai kepala pemerintahan untuk menjalankan kekuasaan eksekutif. Ia dipilih setiap empat tahun sekali. Tugas-tugas pokoknya adalah menjadi kepala pemerintahan, menjalankan konstitusi Negara, dan mengkoordinir lembaga tinggi negara yakni eksekutif, legislative, dan yudikatif. Presiden merupakan pejabat tertinggi Pemerintah Iran dalam hubungan dengan dunia internesional.Ia menandatangani seluruh perjanjian. Dan ia juga berhak mengangkat Perdana Menteri setelah Parlemen memberikan persetujuannya. Kapan saja ia meminta kabinet untuk bersidang, langsung di bawah pimpinannya.



3.      Kekuasaan Legislatif : Parlemen

      Dalam pemerintahan RII Parlemen menjadi salah satu bagian integral dari Negara yang memiliki kedudukan setingkat lembaga eksekutif dan bertanggung jawab atas ketetapan dan pembuatan undang-undang di Iran.Hanya saja setiap produk undang-undang yang mereka rumuskan haruslah diuji oleh Dewan Pelindung Konstitusi untuk mendapatkan legalitas tentang kesesuaiannya dengan syariat Islam. Jadi, selain parlemen yang memang memiliki tugas berkenaan dengan undang-undang Negara, maka ada beberapa lembaga penting yang terkait dengan pembuatan dan pengujian undang-undang, diantaranya :
a)      Dewan Pelindung Konstitusi (Guardian Council)
      Dewan Pelindung merupakan salah satu lembaga negara yang paling penting dan berada di bawah pengawasan langsung dari pemimpin tertinggi.Lembaga Dewan Pelindung dibentuk dengan tujuan untuk melindungi aturan-aturan Islam dan konstitusi.Dewan terdiri dari 12 anggota; enam di antaranya adalah para ahli hukum (Islam) yang telah mencapai gelar ayatullah dan enam lainnya adalah ahli hukum biasa yang diusulkan oleh Dewan Pengadilan Tinggi dan disetujui parlemen. Otoritas tertinggi dalam lembaga ini berada di tangan para ayatullah, yang ditunjuk oleh Pemimpin Tertinggi, kini adalah Ayatullah Khamenei, untuk masa bakti selama enam tahun.
      Dewan Pelindung konstitusi ini memiliki posisi penting dan menentukan dalam pembuatan undang-undang Negara.Tanpa persetujuan Dewan ini, seluruh kegiatan parlemen tidaklah sah. Saran-saran dari Dewan ini harus dituruti dan bila tidak dilaksanakan, maka seluruh keputusan parlemen akan batal. Selain itu, tugas utama Dewan Pelindung Konstitusi adalah melindungi Islam, melaksanakan referendum-referendum, pemilihan presiden dan pemilihan anggota parlemen.
b)      Dewan Permusyawaratan Islam (Syura-ye Negahban; Islamic Consultative Assembly)
      Untuk mengawasi perundang-undangan Negara agar tidak menyimpang dari ajaran Islam, maka di Iran di bentuk sebuah Dewan Wali yang terdiri dari ulama yang beranggotakan 270 orang.Lembaganya disebut Syura-ye Negahban yang anggotanya para faqih, dan dipilih oleh rakyat secara pemilihan umum.
      Tugas Dewan ini adalah menguji undang-undang yang dibuat oleh parlemen; apakah undang-undang itu bertentangan dengan kehendak Tuhan atau tidak?Kadang-kadang, mereka juga membuat rancangan undang-undang, yang sumbernya adalah syariat Islam, lalu disodorkan kepada parlemen untuk dirumuskan ke dalam peraturan yang lebih spesifik dan praktis.Dengan demikian, untuk menjadi sebuah hukum positif diperlukan pengesahan dari Dewan ini.Meskipun demikian, lembaga ini bukanlah legislatif.
4.      Kekuasaan Yudikatif : Kehakiman
      Konsep Wilayah al-Faqih dalam Republik Islam Iran telah memberikan sistem peradilan yang independen.Lembaga peradilan dalam menjalankan tugasnya mengacu pada konstitusi yang bertugas mengusahakan terciptanya keadilan untuk setiap orang. Bab III Pasal 34  Konstitusi Iran Menyebutkan:
“Mengusahakan terlaksananya keadilan adalah hak setiap orang yang tidak dapat diperdebatkan lagi, dan untuk tujuan ini, semua orang berhak untuk mengajukan perkaranya kepada pengadilan yang berwenang. Pengadilan tersebut harus terbuka bagi semua orang dan tak seorang pun akan dilarang untuk menempuh jalan lain untuk mengambil tindakan yang sah sesuai dengan haknya menurut undang-undang. (UUD RII Bab III Pasal 34)
      Kemudian untuk pelaksanaan hukum tersebut, dibentuklah sebuah dewan yang disebut Dewan Kehakiman Agung, yang terdiri dari tiga unsur yaitu : Ketua Mahkamah Agung Kasasi, Penuntut Umum Negara, dan Tiga Hakim adil yang berpengalaman dalam ilmu agama dan hukum agama yang diangkat oleh pengadilan Negara. Anggota-anggota dewan dipilih untuk masa jabatan lima tahun dan boleh dipilih kembali jika memenuhi syarat yang ditentukan undang-undang.




BAB III
PENUTUP
Simpulan
1.      Pengertian Wilayah Al-Faqih
      wilayatul faqih adalah kekuasaan yang dipinpin oleh seorang yang ahli dalam bidang ilmu pengetahuan dan hukum islam Atau dengan redaksi lain bahwa wilayatul faqih adalah sebagai sebuah otoritas yang diserahkan kepada para fuqaha (para faqih) yang berilmu tinggi sehingga mereka dapat mengarahkan dan memberi nasihat pada umat muslim selama tidak hadirnya imam maksum.
2.      Sejarah Wilayah Al-Faqih
      Konsep Wilaya Al-Faqih berawal dari menghilangnya imam ke-12 yaitu Imam Mahdi yang keberadaannya belum diketahui sehingga muncullah konsep Wilayah Al-Faqih ini yang dipelopori oleh Imam Khomaini yang menyerukan konsep ini di Negara iran untuk pertama kalinya sampai sekarang.
3.      Fungsi, Tugas Dan Wewenang Wilayah Al-Faqih
a.       Fungsi  Wilayah Al-Faqih diantaranya: Fungsi legislatif ; Fungsi yudikatif ; Fungsi eksekutif ; Fungsi edukatif.
b.      Tugas Faqih : Tugas intelektual ; Tugas bimbingan keagamaan; ; Tugas komunikasi dengan umat (al-ittishal bi al-ummah);Tugas menegakkkan syi‘ar Islam; Tugas mempertahankan hak-hak umat; ; Tugas berjuang melawan musuh-musuh Islam dan kaum Muslim
c.       Wewenang Wilayah Al-Faqih :Pertama, masyarakat seluruhnya, atas siapa sang fakih menggenggam wilayah(mawla ‘alayhim); Kedua, masalah-masalah di mana ia (fakih) menggenggam kekuasaan.

4.      Tujuan adanya Wilayah Al-Faqih
·         Untuk merealisasikan pelaksanaan syari’ah dalam sebuah pemerintahan.
·         Untuk mencapai kemaslahatan umat islam (sebagai tujuan umum dari teory politik islam)
·         Untuk mencapai sebuah Negara yang menjamin keadilan sosial, dan demokrasi serta kemerdekaan yang murni. Karena islam dan juga pemerintahan berlandaskan islam adalah penomena Ilahi, yang akan menjamin kebahagiaan di dunia dan akhirat.
·         Untuk memusnahkan pemikiran-pemikiran barat yang tidak sesuai dengan ajaran islam, dan juga menormalisasikan kembali pemikiran-pemikiran umat muslim yang telah terpengaruh oleh kemajuan politik barat yang menyebabkan konsepsi islam jadi terpuruk dalam kebekuan.

5.      Klasifikasi Wilayah Al-Faqih
·         Faqahah; yaitu mujtahid mutlak yang mampu menetapkan kesimpulan tentang hukum-hukum syara` dari sumber-sumbernya. .
·         ‘Adalah, yaitu tetap teguh menjalankan syariat Islam dan memilki pribadi yang bersih, saleh dan takwa sehingga menjadikan dirinya tidak mengikuti nafsu dan kecenderungan duniawi.
·         Kafa’ah; yaitu memiliki kecerdasan dan pengetahuan yang luas sehingga terampil mengurus kehidupan umat, memahami kebutuhan zaman, mengurusi permasalahan sosial, politik, administratif, kemanan, ekonomi, dan sebagainya yang merupakan unsur-unsur penting dalam sebuah Negara.
6.      Wilayah Al-Faqih dalam Konstitusi IRAN
            Secara konstitusional Iran adalah Negara yang berbentuk Republik Islam.Republik mengindikasikan sistem pemerintahan, sedangkan Islam menjelaskan isi sistem tersebut.Hanya saja, yang membuat unik dan khas bahkan asing, baik bagi sistem politik modern maupun politik Islam, adalah konsep kepemimpinan ahli agama (ulama) dalam tata politik Republik Islam Iran, yang disebut dengan konsep wilayah al-faqih.Konsep ini dipelopori oleh Imam Khomaini yang sepeninggal beliau kedudukan wali faqih kini dipegang oleh Ayyatullah Khomenei.


[1] http://znst.blogspot.com/Politik Islam. Diunduh pada tanggal 1Desember 2013 pada pukul 13.25 wib.
[2]Loc.cit,
[3]Loc.cit,
[4]http://abuthalib.wordpress.com/Wilayah-AlFaqihDiunduh pada tanggal 24 November 2013 pada pkl.17.26  wib
[5]Loc.cit,
[6]Loc.cit,
[7]Loc.cit,
[8]http://znst.blogspot.com/2013/03/politik-islam_12.html diunduh pada tanggal 1 Desember 2013 pada pkl.10.18 wib.
[9]Murtadha Muthahhari. Kepemimpinan Islam. Banda Aceh: Gua Hira, 1991, hal.22.
[10] Chibli Mallat. Menyegarkan Islam. Bandung: Mizan, 2001, hal. 99-100.
[11]Murtadha Muthahari. Kenabian Terakhir. Jakarta: Lentera, 2001, hal. 166.
[12] http://abuthalib.wordpress.com/2009/08/16/wilayah-al-faqih-dalam-konstitusi-iran/ diunduh pada tanggal 21 November 2011 pada pkl.10.03 am.
[13]Loc.cit,

Tidak ada komentar: