Rabu, 04 Desember 2013

Hukum Adat



EKSISTENSI TANAH HARTA PUSAKA TINGGI DALAM SISTEM HUKUM KEKERABATAN MATRILINEAL MINANGKABAU DI DESA SUNUR KOTA PARIAMAN

Berkaitan dengan itu hukum waris di Kota Pariaman, daerah yang terletak di pesisir pantai pulau Sumatera ini, saat ini sangatlah heterogen. Walaupun masih menggunakan sistem kekerabatan matrilineal tetapi dalam perkembangan saat ini tidak dipungkiri lagi telah terjadi pergeseran dalam penerapan hukum warisnya. Ada yang menerapkan hukum waris adat, hukum waris Islam atau hukum waris perdata.
Adat yang sebenar adat tidak lapuk oleh hujan tidak lekang oleh panas. Sebelum Islam masuk, Adat Minangkabau “bersendi alur dan patut”. Sesudah Islam masuk terjadi perubahan : “Adat bersendi syarak dan syarak bersendi Kitabullah”. Berhubung dengan bergantinya sendi daripada Adat (yaitu dari alur dan patut menjadi Kitabullah) maka ada yang mengatakan bahwa Adat yang sebenar adat itu ialah Al Quran dan Hadis.
Keharusan setiap orang Minangkabau bersuku – bernagari dan sukunya menurut suku ibu menunjukkan berlakunya sistem matrilinial. Mengenai sistem matrilinial ini ada orang yang mengatakan ia termasuk dalam Adat yang sebenar adat. Padahal sistem matrilinial ini adalah sistem bikinan manusia. Ia pernah tidak ada, kemudian ada dan telah menerima pula sistem patrilinial dari agama Islam, misalnya mengenai pembagian warisan. Sistem hukum adat Minangkabau yang bercorak matrilineal  ini berfalsafahkan adat “basandi syara dan syara basandi kitabullah” terus mengalami dinamika. Masyarakat Minangkabau adalah berbeda secara geografis dengan masyarakat Sumatera Barat, karena masyarakat Minagkabau kalau ditarik secara kultural meliputi sebagian dataran kerinci dan sebagian jambi. Didalam hukum waris adat Minangkabau harta terbagi atas dua macam:
1.    Harta pusaka tinggi
Harta pusaka tinggi adalah harta yang diperoleh secara turun temurun yang tidak dapat dialihkan kepemilikannya, tetapi hanya dapat dinikmati hasilnya untuk kepentingan bersama, kecuali dengan beberapa alasan yaitu:
a.    Rumah gadang ketirisan.
b.    Anak gadis sudah berumur belum nikah (mencegah jadi perawan tua).
c.    Mayat terbujur belum diurus.
d.   Dalam perkembangannya berdasarkan penelitian terbaru Tanah harta pusaka tinggi bisa dialihkan untuk Naik Haji para Ninik Mamak.
2.    Harta pusaka rendah
Harta pusaka rendah adalah harta yang dapat diwariskan atau dialihkan kepemilikannya. Harta pusaka rendah bermacam-macam jenisnya yaitu harta suarang, harta bawaan, harta pencarian. Contohnya adalah tanah yang diperoleh sepasang suami istri sejak pernikahannya, mobil yang dibawa kedalam perkawinan, dan lain-lain.
Sistem kekerabatan matrilineal tidak diterapkan sebagaimana mestinya. Pengaruh faktor sosial dan budaya telah menjadikan pergeseran dalam kehidupan masyarakat Minang. Kehidupan keluarga Minang yang digambarkan dalam satu rumah gadang yang terdiri dari beberapa keluarga kini hampir dikatakan tidak ada. Masing-masing telah membentuk keluarga batih terpisah dari keluarga inti.
Tidak jarang antara mamak dan kemenakan bertengkar hingga terjadi sengketa yang berlarut-larut di Pengadilan yang memecah-belah antara sesama kerabat gara-gara harta pusaka tinggi yang tidak dapat dibagi-bagi, padahal dilain pihak ada beberapa anggota kerabat yang ingin tanah harta pusaka tinggi itu di bagi-bagi, apalagi  melihat kondisi perekonomian yang semakin sulit. Sebagian masyarakat menolak cara pewarisan tanah harta pusaka tinggi secara komunal karena mereka (terutama kaum laki-laki) berpendapat hal itu tidak sesuai dengan prinsip/ajaran hukum adat Minang yang berdasarkan Adat basandi syara dan syara basandi kitabullah tersebut.
Hukum Kewarisan tidak dapat dipisahkan dengan sistem kekeluargaan sebab hukum kewarisan merupakan bagian dari hukum kekeluargaan. Hukum kewarisan adat Minangkabau tentulah sesuai dengan sistem pewarisan kekeluargaan Minangkabau. Namun dalam perkembangan zaman dan pengaruh berbagai budaya yang masuk sistem kekerabatan matrilineal telah mengalami perubahan. Sistem kekerabatan matrilineal tidak diterapkan sebagaimana mestinya. Pengaruh faktor sosial dan budaya telah menjadikan pergeseran dalam kehidupan masyarakat Minang. Kehidupan keluarga Minang yang digambarkan dalam satu rumah gadang yang terdiri dari beberapa keluarga kini hampir dikatakan tidak ada. Masing-masing telah membentuk keluarga batih terpisah dari keluarga inti.






Tidak ada komentar: