EKSISTENSI TANAH HARTA PUSAKA TINGGI DALAM SISTEM HUKUM KEKERABATAN
MATRILINEAL MINANGKABAU DI DESA SUNUR KOTA PARIAMAN
Berkaitan dengan itu hukum waris di Kota Pariaman, daerah yang
terletak di pesisir pantai pulau Sumatera ini, saat ini sangatlah heterogen.
Walaupun masih menggunakan sistem kekerabatan matrilineal tetapi dalam
perkembangan saat ini tidak dipungkiri lagi telah terjadi pergeseran dalam
penerapan hukum warisnya. Ada yang menerapkan hukum waris adat, hukum waris
Islam atau hukum waris perdata.
Adat
yang sebenar adat tidak lapuk oleh hujan tidak lekang oleh panas. Sebelum Islam
masuk, Adat Minangkabau “bersendi alur dan patut”. Sesudah Islam masuk terjadi
perubahan : “Adat bersendi syarak dan syarak bersendi Kitabullah”. Berhubung
dengan bergantinya sendi daripada Adat (yaitu dari alur dan patut menjadi
Kitabullah) maka ada yang mengatakan bahwa Adat yang sebenar adat itu ialah Al
Quran dan Hadis.
Keharusan
setiap orang Minangkabau bersuku – bernagari dan sukunya menurut suku ibu
menunjukkan berlakunya sistem matrilinial. Mengenai sistem matrilinial ini ada
orang yang mengatakan ia termasuk dalam Adat yang sebenar adat. Padahal sistem
matrilinial ini adalah sistem bikinan manusia. Ia pernah tidak ada, kemudian
ada dan telah menerima pula sistem patrilinial dari agama Islam, misalnya
mengenai pembagian warisan. Sistem
hukum adat Minangkabau yang bercorak matrilineal ini berfalsafahkan adat
“basandi syara dan syara basandi kitabullah” terus mengalami dinamika. Masyarakat
Minangkabau adalah berbeda secara geografis dengan masyarakat Sumatera Barat,
karena masyarakat Minagkabau kalau ditarik secara kultural meliputi sebagian
dataran kerinci dan sebagian jambi. Didalam hukum waris adat Minangkabau harta
terbagi atas dua macam:
1. Harta pusaka tinggi
Harta
pusaka tinggi adalah harta yang diperoleh secara turun temurun yang tidak dapat
dialihkan kepemilikannya, tetapi hanya dapat dinikmati hasilnya untuk
kepentingan bersama, kecuali dengan beberapa alasan yaitu:
a. Rumah
gadang ketirisan.
b. Anak
gadis sudah berumur belum nikah (mencegah jadi perawan tua).
c. Mayat
terbujur belum diurus.
d. Dalam
perkembangannya berdasarkan penelitian terbaru Tanah harta pusaka tinggi bisa
dialihkan untuk Naik Haji para Ninik Mamak.
2.
Harta
pusaka rendah
Harta pusaka rendah adalah harta
yang dapat diwariskan atau dialihkan kepemilikannya. Harta pusaka rendah
bermacam-macam jenisnya yaitu harta suarang, harta bawaan, harta
pencarian. Contohnya adalah tanah yang diperoleh sepasang suami istri sejak
pernikahannya, mobil yang dibawa kedalam perkawinan, dan lain-lain.
Sistem kekerabatan matrilineal tidak diterapkan
sebagaimana mestinya. Pengaruh faktor sosial dan budaya telah menjadikan
pergeseran dalam kehidupan masyarakat Minang. Kehidupan keluarga Minang yang
digambarkan dalam satu rumah gadang yang terdiri dari beberapa keluarga kini
hampir dikatakan tidak ada. Masing-masing telah membentuk keluarga batih
terpisah dari keluarga inti.
Tidak jarang antara
mamak dan kemenakan bertengkar hingga terjadi sengketa yang berlarut-larut di
Pengadilan yang memecah-belah antara sesama kerabat gara-gara harta pusaka
tinggi yang tidak dapat dibagi-bagi, padahal dilain pihak ada beberapa anggota
kerabat yang ingin tanah harta pusaka tinggi itu di bagi-bagi, apalagi
melihat kondisi perekonomian yang semakin sulit. Sebagian masyarakat menolak
cara pewarisan tanah harta pusaka tinggi secara komunal karena mereka (terutama
kaum laki-laki) berpendapat hal itu tidak sesuai dengan prinsip/ajaran hukum
adat Minang yang berdasarkan Adat basandi syara dan syara basandi kitabullah
tersebut.
Hukum Kewarisan tidak dapat dipisahkan dengan sistem kekeluargaan sebab
hukum kewarisan merupakan bagian dari hukum kekeluargaan. Hukum kewarisan adat Minangkabau tentulah sesuai dengan sistem
pewarisan kekeluargaan Minangkabau. Namun dalam perkembangan zaman dan pengaruh
berbagai budaya yang masuk sistem kekerabatan matrilineal telah mengalami
perubahan. Sistem kekerabatan matrilineal tidak diterapkan sebagaimana
mestinya. Pengaruh faktor sosial dan budaya telah menjadikan pergeseran dalam
kehidupan masyarakat Minang. Kehidupan keluarga Minang yang digambarkan dalam
satu rumah gadang yang terdiri dari beberapa keluarga kini hampir dikatakan
tidak ada. Masing-masing telah membentuk keluarga batih terpisah dari keluarga
inti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
untuk kritik dan saran saya ucapkan terimasih